UMR Sebagai Masalah Ketenagakerjaan





<B> UMR Sebagai Masalah Ketenagakerjaan </B>









UMR Sebagai Masalah Ketenagakerjaan

Ketika UMR di kota besar tinggi dibandingkan daerah atau kota kecil dan seiring dengan hal tersebut harga barang/bahan pokok meningkat juga. Misalnya saja UMR Cilacap Rp. 600.000 dan UMR Jakarta Rp. 1.500.000. sebenarnya inti permasalahannya itu seperti apa sehingga menimbulkan kemiskinan dan bagaimana cara untuk menanggulangi hal tersebut?

Begitulah pertanyaan yang disampaikan kepada penulis ketika mempresentasikan makalah “kemiskinan” di Indonesia. Sebenarnya bagaimana konsep UMR, kenapa harus menggunakan konsep UMR, untuk kepentingan siapa UMR dibuat?, solusi pengentasan masalah ketenagakerjaan.

Upah Minimum Regional (UMR) merupakan suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. KOmponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah). Saat ini UMR juga dienal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) (http://id.wikipedia.org/wiki/Upah_minimum_regional) 1.

Ketika berbicara tentang perbedaaan penetapan UMR di suatu daerah atau provinsi tentu didasarkan atas harga kebutuhan pokok di suatu daerah, inilah yang menjadi letak perbedaan UMR antar daerah. Memang besarnya Rupiah yang diterima buruh antar daerah yang berbeda tidak dapat merepresentasikan tingkat kesejahteraan buruh di suatu daerah, seperti contoh perbedaan UMR di Jakarta dan di Cilacap di atas, karena ukuran standar hidup yang berbeda pula. Dalam kebijakan penetapan UMR, para pengusaha tentu berpikir rasional mereka tidak serta merta mau meningkatkan usulan kenaikan UMR alasannya tentu efisiensi produksi. Ketika buruh di masukan ke dalam faktor produksi. Faktor produksi dikenal dengan istilah input sedangkan hasil dikenal dengan output. Hubungan kedua variabel ini dapat dinyatakan dengan persamaan, sebagai berikut:

Q= f (K, L, R, dan T)

Q adalah output, sedangkan K, L, R, dan T merupakan input. Input K adalah jumlah modal. L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah jumlah sumber daya alam, dan T adalah teknologi. Besarnya jumlah output yang dihasilkan tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K, L, dan N atau meningkatkan teknologi. Untuk memperoleh hasil yang efisien, produsen dapat melakukan pilihan penggunaan input yang lebih efisien (DR. Wilson Bangun, S.E, M.Si, Teori Ekonomi Mikro) 2.

Konsep faktor produksi seperti yang inilah berlaku sekarang ini hak-hak buruh sebagai pekerja akan diabaikan para pengusaha akan menekan UMR seminimal mungkin, alasannya dengan menekan harga buruh yang rendah tingkat keuntungan yang diperoleh para pengusaha itu akan lebih tinggi. Selain konsep buruh sebagai faktor produksi tadi, inti permasalahan utama adalah sistem ekonomi yang mengaturnya yaitu Kapitalisme. Kapitalisme akan selalu memihak para pemilik modal, undang-undang dan regulasi dibuat senyaman mungkin untuk melindungi para pemilik modal dan kekuasaan. Masihkah berharap kesejahteraan buruh akan tercipta melalui kapitalisme?? .

Sistem dalam industri kapitalis membagi pekerja dengan majikan ke dalam dua kelompok yang bertolak belakang. Keduanya memiliki kepentingan yang berbeda sehingga selalu bertentangan dan konflik di antara mereka. Meskipun ada langkah-langkah hukum untuk melindungi hak-hak pekerja, konflik tidak berkurang bahkan terus meningkat. Bahkan gerakan serikat buruh gagal pula dalam mencapai tujuan-tujuannya. Pemogokan dan berbagai aksi yang mereka lakukan hanyalah mengakibatkan kerugian bagi mereka sendiri (M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam) 3.

Pandangan Islam mengatasi masalah ketenagakerjaan bahwa urusan ketenagakerjaan harus memberikan pengaruh positif bagi perekonomian. Sumber daya dapat dikelola secara optimal. Tidak ada sumber daya yang akhirnya terbuang dengan percuma, sementara banyak orang yang membutuhkannya. Akhirnya, semua pihak yang terlibat dapat menikmati secara bersama-sama hasil jerih payahnya. Inilah yang dikehendaki oleh islam.





Sumber gambar: http://www.google.com/imgres?q=tolak+umr&num=10&hl=en&safe=active&biw=1280&bih=709&as_qdr=all&tbm=isch&tbnid=tO0CXi_fDHqUFM:&imgrefurl=http://fokus.news.viva.co.id/news/read/298271-ribuan-buruh-kepung-istana-tolak-bbm-naik&docid=69XI9d1fZceauM&imgurl=http://media.viva.co.id/thumbs2/2012/03/21/148486_demo-buruh-tolak-bbm-naik_663_382.jpg&w=663&h=382&ei=sef8T--YNIXyrQf5-PnNBg&zoom=1&iact=hc&vpx=944&vpy=157&dur=2094&hovh=170&hovw=296&tx=162&ty=74&sig=116079627666465163108&page=2&tbnh=130&tbnw=226&start=15&ndsp=20&ved=1t:429,r:4,s:15,i:138






Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANEN DAN PASCA PANEN KELAPA SAWIT

Usaha Kelapa Sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL)

Panen Kelapa Sawit